Sejarah berdirinya
Bojonegoro
. Baru sekitar
± tahun 1000-an,di hutan ini mulai di diami oleh orang-orang dari
Kerajaan Medang Kamulan,setelah di diami
beberapa orang imigran dari jawa
tengah, maka timbullah perkampungan-perkampungan
misalnya: perkampungan Gedung,Rahu [ yang
sekarang Ngraho ],Esdander /Bedander [ sekarang Dander ],Toja,Adiluwih dll.
Para imigran yang mendirikan
perkampungan-perkampungan itu terikat dalam persukuan-persukuan yang
atas dasar keluarga
masing-masing. Dan setiap persukuan
mempunyai kepala suku, kepala Suku yang
paling kuat saat itu bernama Ki Ruhadi ,ia
mengepalai
I. BOJONEGORO antara tahun: 298-1827
Pada Tahun [ 898-91O ] yang berkuasa atas wilayah
Jawa Tengah dan jawa Timur adalah masa Pemerintahan Maha Raja
Balitung, kala itu
Bojonegoro belum ada dan hanyalah sebuah hutan rimba yang diberi nama Alas Tua
, diapit-apit oleh pegunungan kapur sebelah utara dan pegunungan kapur sebelah
selatan,serta dialiri oleh sungai Solo dan
Kali Brantas
Dukuh Randu
Gempol, karena ia di anggap
mempunyai kekuatan gaib [ charisma ]
yang besar dan lantaran keberaniannya, maka ia di segani oleh para penduduk dan
kepala-kepala suku yang lain.
Lama
kelamaan karena pengaruh kultur
Hinduisme yang makin meresap ,
maka Ki Ruhadi akhirnya menghindukan daerahnya. Dengan system pemerintahan yang
Hinduisme nama Ki Ruhadi di ubah menjadi Rakai Purnawikan dan di angkat menjadi raja yang beraliran syiwa. Sedangkan Dukuh Randu Gempol di ubah menjadi Kerajaan
Hurandu Purwa [ yang letaknya di Ds.Plesungan kapas sekarang ]. Kemudian iapun
menaklukan datuk-datuk sekitarnya. Kerajaannyapun di perluas dari gunung pegat
di hutan Babatan [ sekarang babat ] hingga ke Purwosari,cepu,Jatirogo [ tuban ]
dan hutan wangi [ sekarang ngawi ].
Pegunungan kapur utara dan
pegunungan kapur selatan di pakainya
sebagai benteng pertahanan.Sungai Solo
di pakai sebagai lalu lintas
perdagangan,[jl.gajah mada,kartini dan darma bakti hingga jl.jaksa agung
suprapto pada waktu masih merupakan sungai solo yang ramai akan lalu lintas ],sedangkan
ibu kota kerajaan di pusatkan di Kedaton [ sekarang Ds.kedaton kapas ] yang ±
tahun 1.115 menjadi pusat keramain kerajaan Hurandu Purwa.
Setelah
lenyapnya raja dan kerajaan Hurandu Purwa,pada abad X yakni; tatkala Maharaja
Airlangga bertahta di kahuripan [ 1006-1042 ],maka kembali nama kerajaan
Hurandu Purwa di liputi misteri. Waktu itu ada seorang raja putri Mahasia dari
Wengker memperluas wilayah kekuasaannya ke utara. Kerajaan-kerajaan kecil yang
ikut di caploknya adalah;Djulungpudjut,Ketanggapura,Argasoka. Adapun
Ketanggapura terletak di Ds.Sumberrejo sekarang.Sedangkan Argasoka terletak di
Ds. Prambon kec.Soko sekarang. Dan ini menandakan bahwa pada abad XI itu tidak
ada sebuah kerajaan luas yang bersatu,melainkan kerajaan-kerajaan kecil yang
bertebaran di berbagai tempat.
Sedangkan kekuasaan Raja Putri Mahasia di kota Gedah [ yang terletak diperbatasan Nganjuk-Kertosona sekarang ]. Dan ketika Raja
Airlangga dengan bantuan Mpu Baradah dapat menaklukan Kerajaan Wengker { Raja
Putri Mahasia }, Dengan demikian seluruh wilayah jawa timur menjadi kekuasaan
Prabu Airlangga. Dan untuk menyenangakn hati,Prabu
Airlangga membuat padang perburuan di Karang Kahuripan,Krapyak dan Bedander (
sekarang Dander ).Dengan demikian
hanya ada satu Kabupaten yang diperbolehkan berdiri disini yaitu;Kabupaten Rajekwesi
yang terletak di ( desa Senori sekarang ),sebagai Bupatinya Airlangga menunjuk
kemenakannya sendiri yaitu Pandaprana. Sedangkan
putrinda Airlangga yang bernama Dyah Sangramawijaya Dharma tungga Dewi atau
biksumi kilicuci lebih memilih sebagai pertapa dan tidak kawin serta tidak mau
mewarisi tahta ayahanda. Ia kemudian mendirikan pertapaan-pertapaan di
Mojosari,Glagahwangi dan Sendang Siwalan. Untuk menjalankan tapanya Dyah
kilicucipun sering mengunjungi pertapaan-pertapaan dibekas kerajaan Hurandu
Purwa ini.
Kemudian dalam masa perkembangan kerajaan
Singosari ( 1222-1292 ),Kabupaten Rajekwesi memperluas dirinya ke barat dan ke
timur,Bupati-bupati keturunan Pandaprana menganggap dirinya berkuasa penuh
sebagai raja. Akibat tindakan absolute bupat-bupati itu maka pecahlah kabupaten
Rajekwesi ini,masing-masing menjadi Kabupaten Rajekwesi
Wetan,Bahuwerno,Getasan, Kenur ( sekarang kanor ),Asem Kasapta ( sekarang
ngasem ),dan Malino ( sekarang Klino ).
Dan
masing-masing kabupaten kecil-kecil menganggap punya hak otonomi daerah serta
merdeka. Pada masa Pemerintahan Kerta Redjasa Djayawardhana ( Raden Wijaya
)tahun( 1293-1309 ) Raja Majapahit yang pertama, kabupaten-kabupaten Rajekwesi
wetan, Bahuwerno, Getasan,Kenur dan Asem Kasapta di lebur menjadi satu
Kabupaten yaitu; Kabupaten Kahuripan dengan Perwitasari
menjadi Adipatinya.Dan Adipati ini masih keturunan Pandaprana. Pada
masa pemerintahan adipati inilah kali solo di bendung di daerah Gumolong (
sekarang Trucuk ).Dan pada masa itu pelabuhan Tuban terkenal sebagai pelabuhan
transito. Hasil-hasil kayu,kelapa,buah-buahan,sayur-mayur dari Kahuripan di
ekspor keluar melalui Sungai solo.
Dan
candi-candipun di dirikan untuk memuliakan Hyang Wisnu,Brahma dan syiwa di antaranya
di gunung pandan,Merak urak dan Plumpang, tapi sayang candi yang di dirikan
oleh Prabu Airlangga dan di jaga dan di pelihara dengan baik di jaman Majapahit
itu telah di hancurkan oleh tentara Islam dari Demak,ketika ia menyerang
Kahuripan dari daerah Bonang Tuban. Sebuah candi yang masih berdiri megah
terletak di Ds. Banjararum. Candi ini dirikan oleh adipati Perwitasari,conon
candi tersebut tertimbun tanah yang terletak di Dusun Pagak ( sekarang).
Sedangkan beberapa candi budha dengan pertapaan kecil-kecil tersebar di dusun
Banjarsari dan Mentora di daerah soko. Kemudian pada jaman kerajaan islam di
Demak ( 1521 ),boleh dikatakan nama Kahuripan ditelan jaman atau telah
dilupakan oleh sejarah.Karena pada waktu perampok Loka Djaja menjarah beberapa
buah desa di wilayah kahuripan,kabupaten dan isinya tak luput dari bahaya
api.Hanya beberapa pedusunan kecil yang terletak di kalirejo dan leran saja
yang masih berdiri.
Kemudian sekitar tahun 1523 timbullah
dua kabupaten islam dibekas kabupaten itu.Dua kabupaten itu adalah kabupaten Jipang Panolan dan Kabupaten Waru.Kemudian sultan Demak mengangkat seorang hamba
sahayanya yaitu Raden Wirabaya sebagai Adipati Jipang dan bekas Senopati Anggakusuma
sebagai Adipati Waru.Adapun di kabupaten tersebut,diserahkan oleh Sultan Demak
kedalam kekuasaan Sunan Bonang. Kemudian sunan Bonang menyerahkan kedua
kabupaten tersebut kepada Sunan Kalijaga muridnya. Ketika Adipati Wiroboyo
mangkat,maka Sultan Demak mengangkat Pangeran Sekar sebagai Adipati Jipang.Tatkala
beliau terbunuh oleh kemenakannya sendiri maka,Ario Penangsang ( Putra Pangeran
Sekar ) diangkat menjadi Adipati Jipang Panolan.
Sedangkan dalam tahun-tahun berikutnya Bupati-bupati Rajekwesi dan
Boworeno di angkat langsung oleh Sunan Kalijaga dan mereka itu semua adalah
putra keturunan Sunan Kalijaga. Dan ini penting untuk mengkokohkan pundamen
kekuasaan. Ketika Ario Penagsang
memberontak pada Demak,maka kedua Kabupaten Rajekwesi dan Boworeno dibakarnya
lantas dipersatukannya dengan Jipang Panolan. Waktu itu Demak tidak berbuat
apa-apa sehingga Ario Penangsang praktis tidak berkuasa atas Tuban juga,karena
masa itu Tuban termasuk wilayah Rajekwesi. Salah seorang kepercayaan Ario
Penangsang Ki Ageng Wiropati di angkat menjadi Buyut ( setingkat Demang )di
Banjarsari.
Dan
seorang lagi Ageng Ki Badjoel Seto diangkat menjadi Buyut di Krapyak (
kalirejo). Tatkala kerajaan Pajang berdiri (kesultanan) dengan Sultan
Hadiwijaya (Joko Tingkir ) sebagai Sultannya ( 1563-1582 ), maka kekuasaan Ario
Penagsang di pesisir utara hamper menandingi Pajang.Melihat hal yang demikian
maka Sultan Pajang ingin mengenyahkan Ario penangsang. Setelah Ario Penangsang
berhasil di enyahkan / dibunuhnya,hancurlah Jipang Panolan. Sultan Pajang
akhirnya mempersatukan Jipang dengan Pajang. Sedangkan pada waktu Ario Pangiri di pindahkan
sebagai Bupati Demak,maka putra mahkota Pangeran Pajang yaitu Pangeran Bawono
diperbantukan sementara sebagai Bupati Jipang.Sedangkan wilayah Jipang sendiri
dibagi menjadi dua bagian yaitu Kabupaten Jipang dan Kabupaten
Rajekwesi.
Untuk
Kabupaten Jipang tetap di perintahnya sendiri, sedang untuk kabupaten yang baru
( Rajekwesi ) di tunjuk Pangeran Timur ( putra pangeran Trenggono ) sebagai
Bupatinya. Sedangkan sebagai hadiah kepada Danang Suta Adiwijaya (anak Ki Gede Pemanahan)
yang sudah berhasil membunuh Ario Penangsang, Maka hutan Randu Blatung,Padangan
dan Pengawikan ( Ngawi sekarang )di
tambah hutan Mentaok di serahkan kepada Danang Suta Adiwijaya. Dan selanjutnya
Danang Suta Adiwijaya di jadikan putra Sultan.
Pada tahun 1570 Danang Suta Adiwijaya (Pangeran Hangebei Loring pasar)
mengadakan kudeta atas kesultanan Pajang,dan sultan Hadiwijaya dibunuhnya.
Setelah
Danang Suta Adiwijaya berhasil menjadi Raja mataram beliau bergelar Panembahan
Senopati ( 1586-1601 ),maka beliau kemudian memanggil Pangeran Bawono ke
mataram. Panembahan Senopati membagi daerah menjadi dua bagian,ini dilakukan
karena beliau masih menghargai hak-hak pewaris putra mahkota Pajang. Untuk
panembahan Senopati tetap memerintah bekas kesultanan Pajang yang lama dengan
memindahkan kerajaan Gedi ( Kota Gede ). Sedangkan daerah Jipang Panolan,Randu
blatung,Padangan dan Pengawikan di serahkan kepada Pangeran Bawono,sedangkan
untuk Pangeran Timur masih tetap memerintah Rajekwesi dan tetap berstatus
Bupati .Sedangkan untuk Pangeran Bawono di perbolehkan menjadi Sultan. Kemudian
dalam tahun 1588 Pangeran Bawono mengangkat dirinya menjadi Sultan dengan gelar
Sultan Prabu widjaya dan daerahnya di namakan Panjang Sewu. Tak lama kemudian
daerah PanjangSewu semakin luas serta seluruh pesisir utarapun menyatakan
tunduk kepada Sultan PanjangSewu.
Melihat akan hal ini Panembahan Senopati
merasa khawatir kalau kekuasaannya terancam, maka iapun mengerahkan pasukannya
untuk menggempur PanjangSewu dan menaklukannya. Dan pertempuranpun meletus,namun
Prabu widjaya gigih dalam melawan pasukan panembahan senopati. Dalam
pertempuran berkali-kali di sungai Solo,Kedung Srengenge,Palesungan,Dampit dan
Tapelan pasukan Panembahan Senopati menderita kekalahan.Dengan banyaknya
kerugian dan kekalahan akhirnya Panembahan Senopati meminta bantuan Sunan
Mojoagung dan bala tentara portugis untuk menaklukan dan menghancurkan Sultan
Prabu Widjaya ( PanjangSewu ). Karena pasukan PanjangSewu kalah persenjataan
dengan tentara portugis lama kelamaan pasukan PanjangSewu semakin
terdesak.Sungai Solo dan anak-anak sungainya jatuh ketangan musuh. Perbentengan
dibukit kapur utara dan selatanpun dapat digempur dan di rebut oleh mataram.
PanjangSewupun akhirnya dapat di taklukan dan di hancurkan. Dan Sultan
Prabuwidjaya dan keluarganya melarikan diri ke utara untuk menyelamatkan diri.
Dalam pelariannya ke Banjarsari sultan dengan para pangerannya tertangkap oleh
lawan dan di binasakan lalu mayatnya juga di kuburkan di daerah itu.
Semenjak
jatuhnya PanjangSewu nama Jipang dan Rajekwesi hilang dari penulis-penulis
sejarah.Dalam pemerintahan raja-raja mataram,Kartasura, Surakarta,dan
Yogjakarta (1645-1757 ), nama-nama daerah yang sering disebut sengketa antara
Kasunan Surakarta dengan Kasultanan Yogjakarta
itu adalah Jipang dan Kertosono. Dan satu kali Adipati Prawirodirdjo II dari
Kertosono menyerang Jipang dan daerah itu direbutnya dari tangan sultan
solo,lalu menyerahkannya kepada Sultan Hamengkubuwono II. Dimasa pemerintahan
Hamengkubuwono II yang termasuk Jipang itu adalah daerah-daerah : Blora, Bonang,Pamotan,Padangan,Rajekwesi,dan Lasem. Jadi praktis Rajekwesi menjadi wilayah kesultanan
Yogjakarta.
Ketika
Sultan Hamengkubuwono II memasukkan daerah-daerah itu ke wilayahnya,maka nama
Jipang di hapus dan di ganti dengan nama Rajekwesi. Rajekwesi yang sebagai kabupaten untuk itu di
taruhlah seorang putra dari selir bernama Kanjeng Raden Tumenggung
Wiryohadinegoro. Dalam menjalankan
tugas sehari-hari ia di bantu oleh seorang patih.Setelah sepeninggalannya lalu
Sultan mengangkat putranya R.M Brotodiningrat sebagai Bupati
Rajekwesi. Pada waktu
meletus perang Diponegoro ( 1825-1830 ), Bupati Brotodiningrat di daulat oleh
rakyatnya sendiri. Karena rakyat di hasut oleh seorang tokoh pemberontak dari
Tuban yang bernama Sosrodilogo.Dengan kekuatan pasukan Diponegoro dari
Rembang,Sosrodilogo berhasil merebut kekuasaannya atas tahta Rajekwesi itu.
Keraton di bakar jadi abu,dan bekas pondasi perumahan kabupaten itulah yang
akhirnya di namakan Ngumpakdalem dan
desa di sekitar itupun lantas bernama Ngumpakdalem.
Ketika
R.M Soedarsono ( putra Bupati Brotodiningrat ) mendapat mandat rakyat untuk
menjadi Bupati pengganti ayahnya.Tetapi beliau di tembak oleh kompeni
Belanda,waktu pepergian ke Surabaya ( 11 April 1826 ). Adiknya yang bernama R.M
Sasongko akhirnya mau berdamai dengan Belanda dan berhasil membunuh si
pemberontak Sosrodilogo,kemudian Belanda mengangkat R.M Sasongko sebagai Bupati
Rajekwesi dengan gelar R.M Srio Adipati Mulyodiningrat. Pada tanggal 14
Nopember 1827 Bupati pindah ke Ibu kota agak ke utara bekas hutan Kebogadung.