Tentang
Aplikasi (Penerapan ) Shalat dalam hidup sehari-hari, Shalat memang
harus didirikan untuk membangkitkan kesadaran. Kaitan Shalat dengan
Zikir bisa di umpamakan seperti system pengisian Baterai atau ACCU
pada mobil/motor. Baterai/Accu pada mobil tersebut harus selalu
memberikan tenaga listrik ketika mesin mobil bekerja, tapi ia harus
selalu diisi oleh dinamonya, jadi Zikir senantiasa harus ada ketika
manusia beraktivitas, dan hilangnya energi batin selama beraktivitas
harus diisi kembali dengan Shalat, Sembahyang/Shalat atau apapun
namanya yang tujuannya adalah untuk membangkitkan kesadaran.
Kesadaran
yang timbul inilah, yang harus bekerja mewarnai segala tindakan,
ucapan, dan pikiran manusia. Sekali lagi kesadaran yang timbul atau
yang bangkit/ yang bekerja, bukan lagi pamrih atau dorongan hawa
nafsu yang menggerakannya melainkan kehendak Allah yang terjadi, dan
bukan kehendak Egonya.
Pada
tingkatan awam, mereka tidak memahami bila yang dituju dalam Shalat
itu bukan semata-mata menggerakan anggota badan, dan yang dimaksud
dengan orang Awam disini, tak ada hubungannya dengan posisi seseorang
ditengah masyarakat, apakah itu seorang tokoh, ulama, kiai, atau
Ustad. Tapi yang dimaksudkan Awam disini adalah mereka-mereka yang
tingkat kesadaran jiwanya masih didominasi atau dikuasai oleh
Nafsunya sendiri, sehingga terjadilah Sifat keakuan pada diri, merasa
dirinya yang paling benar, sehingga dari sini lahirlah Jiwa/sifat
Pamrihnya atau keakuannya atau pikirannya yang terbatas alias Taklid
pada sesuatu hal.
Adapun
gerakan dan waktu pelaksanaan yang dimaksudkan dalam Shalat adalah
Riyadhoh untuk membangun kedisiplinan hidup, karena itu shalat yang
tidak dapat membangkitkan kesadaran tak lebih dari “gerakan badan”
atau senam. Ada yang bertanya, kalau gerakan shalat itu tidak
lebih penting dari tujuannya mengapa Nabi Muhammad senantiasa
menjalankan shalat seperti yang dicontohkannya kepada umatnya ?
Disini
kita perlu ketahui bahwa Diri atau Pribadi Nabi Muhammad
itu sudah bukan milik dirinya lagi, beliau sudah menjadi milik
umatnya, dan beliau sudah memberi contoh Suri tauladan yang baik,
dan secara general kepada umatnya, yang waktu itu keadaan
orang-orang Arab baru terbebas dari keadaan Jahiliah (kebodohan),
dimana hukum dan aturan kala itu masih semrawut, sehingga dengan
bentuk disiplin lahiriah, Nabi tidak menjadi pemimpin/presiden bagi
umatnya yang masih bermalas-malasan. Dengan gerakan shalat secara
lahiriah itu, beliau mengajarkan, serta menerapkan kedisiplinan
kepada umatnya, sehingga bila ada umat yang tidak mengerjakan shalat
secara utuh, maka dia dengan mudah bisa mengingatkannya, bahwa Nabi
pun masih menjalankannya, Sehingga dengan contoh yang beliau terapkan
itu, akhirnya beliau berhasil mengajak mereka untuk mengikuti segala
ajaran dan seruannya dalam memasuki Agama Islam Yang Kaffah.
Betapapun kerasnya hati orang arab .kala itu, akhirnya dapat di
luluhkan dengan kelembutan dan kesabaran Nabi Muhammad SAW.
Kembali
kepada shalat yang berfungsi untuk membangkitkan kesadaran. Pada
Al-Qur’an surat Al-Ma’arij ayat 19 – 23, disini dijelaskan :
- : “Sesungguhnya Manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir”
- : “Apabila ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah”
- : “Apabila mendapat rejeki (kekayaan/kesenangan) ia amat kikir”
- : “Kecuali orang-orang yang mengerjakan SHALAT”
- : “ALLADZIINAHUM A’LAA SHALATIIHIM DAA’IMUN”
(Yaitu, mereka yang tidak putus-putus menjalankan Shalatnya
(Shalat Daim).
Shalat
Daim adalah shalat yang tidak pernah terputus artinya shalat 5 waktu
itu tidak pernah absent (telat), tapi kalau kita melihat kenyataan,
banyak orang yang tidak pernah absent Shalatnya tapi masih tetap
hidup gelisah, bahkan tidak bisa menghindarkan diri dari jebakan
dosa-dosa dalam kehidupan ini. Jadi jelaslah disini bahwa kita harus
lebih berpegangan pada makna shalat sebagai hubungan atau persatuan
dengan Allah. Sedangkan gerakan hanyalah sebuah bentuk atau cara
semata. Adapun Shalat dimaksudkan untuk ber-Zikir atau ber-Meditasi,
agar terciptanya “Khusyuk” dan berfungsi untuk membangkitkan
kesadaran. Bentuk shalat dapat terputus oleh waktu, keadaan,
tempat, geograpi dan situasi kondisi. Dan hal ini sebenarnya
dipahami betul oleh kaum muslim, misalnya dikendaraan atau di
pesawat, pesawat ruang angkasa dan lain sebagainya. shalat cuma
dilakukan dengan isyarat, dan berdasarkan ayat tersebut Shalat
memang harus Da’im, tak pernah terputus artinya Zikir
dan Shalat berlangsung terus seperti hubungan baterai dan
dynamo listrik, setiap saat kita isi dan selalu siap digunakan.
Didalam sebuah Hadist yang terdapat dalam Kitab Ihya Ulumudin dari
Al-Ghazali, disana disebutkan bahwa sesungguhnya : “Allah
tidak memperhatikan Shalat seseorang yang tidak menghadirkan Hati dan
Badannya”. Adapun yang dimaksud tidak menghadirkan Hati
disini adalah banyak orang yang ber-Shalat tapi tidak ada kekhusuan
dan perhatian pada shalatnya dikarenakan hatinya lalai kepada selain
Allah. Adapun yang dimaksud tidak menghadirkan Badannya
disini adalah Bahwa dilain sisi hati ber-Zikir kepada Allah,
tapi perilaku dan perbuatannya tidak mencerminkan kerendahan hatinya.
Ada
cerita tentang Shalat Khusyuk
PERTAMA :
Kisah Ali bin Abi Thalib, suatu hari terkena panah dalam sebuah
peperangan, tetapi dia meminta sahabat lainnya untuk mencabut panah
tersebut tatkala dia sedang Shalat. Sahabat mencabutnya dan Ali
tidak mengaduh sama sekali, inilah “Khusyuk” atau Fana
atau Samadhi sehingga badan jasmani terasa lenyap.
KEDUA Muslim
bin Yasar, seorang Sufi, bila shalat tidak dapat lagi mendengarkan
percakapan anggota keluarganya.
KETIGA Imam
Al-Ghazali adalah seorang Sufi Islam yang sangat terkenal. Ada
perbedaan ke-Sufian antara Al-Ghazali dengan Al-Arabi dan Ar-Rumi.
Arabi dan Ar-Rumi dikenal sebagai Sufi Filsafat, sedangkan
Al-Ghazali dikenal sebagai Sufi Fikiyah. Yaitu Sufi yang merasa
sangat terikat dengan Syariat (Aturan). Al-Ghazali memiliki saudara
laki-laki yang juga Sufi, tapi tidak terkenal, namanya Imam Ahmad,
suatu hari Imam Al-Ghazali memimpin Shalat berjamaah, tetapi
ternyata Imam Ahmad shalat sendirian disudut Masjid. Selesai
shalat, para jemaah agak rebut menyaksikan Imam Ahmad yang tidak ikut
berjamaah, beberapa jemaah mendatangi Imam Al-Ghazali dan mencoba
menanyakan alasannya, mengapa saudara Al-Ghazali tersebut tidak ikut
berjamaah, padahal Al-Ghazali adalah seorang Imam terkenal. Ada apa
? selesai shalat dan zikir Imam Ahmad dihampiri oleh Al-Ghazali
dan bertanya tentang alasan saudaranya ini memilih shalat sendirian,
adapun jawaban Imam Ahmad tersebut, katanya ketika ia hendak ikut
shalat berjemaah, ia melihat Hati (Qolbu) Al-Ghazali sedang
memikirkan dalil-dalil tentang fikih wanita yang mengalami
menstruasi, Atas jawaban saudaranya tersebut Imam Al-Ghazali
membenarkannya, dan Ia mohon ampun kepada Allah. Sehingga dari
pengalaman itulah Al-Ghazali semakin banyak ber-Uzlah atau
ber-Khalwat agar hatinya dapat menjadi Khusyuk.
0 komentar:
Post a Comment