Terhitung
mulai 01 Januari 2014, pemerintah secara resmi memberlakukan program
kesehatan melalui BPJS. Pelaksanaan program ini sesuai amanat UU BPJS
Kesehatan, yaitu UU 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
dan UU 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Hingga
tahun 2019 ditargetkan semua warga negara telah mendaftar program ini.
Melalui program ini, pemerintah hendak memastikan tersedianya pelayanan
kesahatan yang murah – bahkan bagi orang yang tak mampu gratis – bagi
seluruh warga negara.
Peserta BPJS setiap bulannya diwajibkan
membayar iuran, mulai dari Rp 25.500 (kelas III), Rp 42.500 (kelas II),
sampai Rp 59.500 (kelas I). Setiap peserta BPJS nantinya mendapatkan
kartu. Nah, ketika berobat mereka tinggal menunjukkan kartu tersebut,
dan otomatis semua biaya akan dibayarkan oleh BPJS. Apakah semua jenis
penyakit ditanggung? Ya, semua ditanggung, baik rawat jalan, rawat inap,
bahkan persalinan juga ditanggung. Semua jenis penyakit ditanggung,
mulai dari yang ringan-ringan hingga penyakit kritis sekali pun. Tentu
saja semua itu sudah ada standar-standarnya. Nah, jika kita ambil di
luar standar tentu saja membayar/menambah biaya. Contohnya waktu istri
saya melahirkan, itu kan ada beberapa obat yang boleh dibilang spesial,
di luar standar yang ditentukan BPJS, nah, itu bayar sendiri.
Nah, kalau sudah begini, apakah asuransi
kesehatan melalui perusahaan asuransi swasta masih dibutuhkan? Apakah
agen asuransi semacam saya menjadi patah semangat karena produk asuransi
kesehatan tidak laku lagi? Ternyata tidak. Baik asuransi BPJS (BPJS
sebenarnya asuransi juga) maupun asuransi swasta mempunyai kelebihan dan
kekurangan masing-masing. Bagi orang tertentu barangkali malah lebih
nyaman menggunakan asuransi swasta. Jadi itu tergantung kebutuhan dan
profile orangnya seperti apa. Nah, untuk lebih jelasnya, berikut ini
beberapa perbedaan antara BPJS dan asuransi kesehatan swasta:
Kelebihan BPJS – Kelemahan Asuransi Swasta
Pertama,
preminya sangat murah. Sebagaimana saya jelaskan di atas, peserta BPJS
setiap bulannya hanya diwajibkan membayar iuran, mulai dari Rp 25.500
(kelas III), Rp 42.500 (kelas II), sampai Rp 59.500 (kelas I). Berbeda
dengan di asuransi swasta. Di tempat saya bekerja; Allianz misalnya,
untuk rawat inap PLAN-B (biaya kamar Rp 150.000) saja pertahun minimal
Rp 1 juta. Kalau dibayar per bulan lebih mahal lagi.
Kedua,
tidak ada pre – existing condition (kondisi sakit sebelumnya). Semua
orang, baik yang sakit maupun yang sehat bisa mendaftar BPJS. Berbeda
dengan asuransi swasta yang mensyaratkan pre-existing kondition. Orang
yang sudah terkena penyakit kalau pun bisa daftar pasti preminya lebih
mahal, atau bahkan malah ditolak.
Ketiga,
tidak ada medical check-up. Karena tidak ada pre-existing condition
sebagaimana dijelaskan di atas, maka untuk daftar BPJS juga tak perlu
ada medical chek up. Berbeda dengan asuransi swasta. Untuk beberapa
kasus di sini diwajibkan medical chek up.
Keempat,
tidak ada batasan plafond. Semua biaya dan berapa pun perawatan
dijalani akan ditanggung semuanya oleh BPJS, asalkan sesuai dengan
ketentuan dan standar yang sudah ditentukan BPJS (nah, ini plafond-nya
BPJS). Berbeda dengan asuransi swasta yang memberlakukan plafond
tertentu baik pada jumlah hari rawat inap maupun besaran biayanya.
Kelemahan BPJS – Kelebihan Asuransi Swasta
Pertama,
prosedurnya boleh dibilang agak panjang. Untuk berobat, peserta BPJS
tidak bisa langsung menuju rumah sakit. Ia harus terlebih dahulu datang
ke klinik setempat (faskes tingkat I). Jika dia mau ke rumah sakit
faskes di atasnya, maka harus minta rujukan terlebih dahulu dari faskes
I. Berbeda dengan asuransi swasta. Mau berobat di rumah sakit mana saja
bisa, tanpa harus ada rujukan dari mana pun.
Kedua,
tidak bisa berobat di sembarang rumah sakit. Peserta BPJS, selain harus
melewati mekanisme rujuan tadi, ia juga harus berobat di rumah sakit
yang telah bekerjasama dengan BPJS saja. Berbeda dengan asuransi swasta.
Peserta asuransi swasta bisa berobat di semua rumah sakit. Bedanya
kalau di rumah sakit yang bekerjasama dengan perusahaan asuransi
tersebut dapat menggunakan kartu (cashless), sedangkan kalau di rumah
sakit yang tidak bekerjasama dengan perusahaan asuransi tersebut
diberlakukan sistem reimburse.
Ketiga,
tidak bisa berobat di luar negeri. Yah, BPJS hanya beraku di dalam
negeri. Berbeda dengan asuransi swasta yang pesertanya bisa berobat di
semua rumah sakit di seluruh dunia. Misalnya produk ASKES Allianz yang
bernama SmartMed, bisa untuk berobat di Indonesia, Singapura, dan
Malaysia dengan sistem kartu. Untuk negara lain dengan sistem reimburse.
Keempat, bisa
jadi ngantri. Karena banyaknya peserta BPJS dan terbatasnya rumah sakit
yang melayani, maka seringkali terjadi antrian. Dalam beberapa kasus,
terkadang peserta BPJS terkesan dinomorduakan. Berbeda dengan peserta
asuransi yang mudah untuk memilih rumah sakit, dan seringkali terkesan
lebih diprioritaskan.
Sebagai tambahan, kelebihan lainnya di
asuransi swasta yang tak dimiliki BPJS adalah menawarkan produk yang
dikombinasikan dengan asuransi jiwa. Untuk jenis ini, selain paket rawat
inap biasanya ada menu tambahan (rider) khusus penyakit kritis dan
cacat total yang bisa ditambahkan secara mandiri. Di Allianz misalnya
ada perlindungan terhadap 100 jenis penyakit kritis (C-100) Lantas apa
bedanya dan apa perlunya kita ambil tambahan C-100 atau cacat total?
Bedanya kalau rawat inap kita hanya ditanggung biayanya (BPJS juga
begitu, kan?).
Nah, kalau kita ambil C-100 kita nantinya
kalau klaim dapetnya uang tunai. Uang tunai ini tentunya fleksibel dan
terserah kita mau dibunakan untuk apa. Namanya orang berobat biayanya
kan tidak hanya untuk berobatnya saja kan? Tapi biaya-biaya yang lain
biasanya juga banyak, misalnya transport, akomodasi. Apalagi kalau
misalnya terjadi cacat total. Uang pertanggungannya tentu sangat
bermanfaat mengingat yang bersangkutan sudah tidak mampu cari nafkah
lagi. Khusus untuk produk ini, karena dikombinasikan dengan asuransi
jiwa, peserta dapat dipastikan mendapat nilai tunai. Dengan kata lain,
meskipun misalnya ia tidak pernah sakit, maka uang yang ia setorkan
tidak hangus. Kok bisa? Ya bisa. Kan dia pastinya akan meninggal kan?
Nah, kalau dia meninggal maka uang
pertanggungan asuransi jiwanya pasti cair dan dapat menjadi warisan bagi
anak istri atau untuk nglunasin utang atau yang lainnya. Bagaimana di
BPJS? Jika tidak sakit maka uang yang disetor hangus alias tak ada nilai
tunai (sama dengan produk asuransi swasta yang tidak dipadukan dengan
asuransi jiwa). Jadi hitung-hitung untuk menolong orang lain. Jadi BPJS
sebenarnya tolong-menolong antar semua warga negara. Makanya preminya
bisa murah. Karena di situ ditanggung oleh orang banyak.[]
0 komentar:
Post a Comment