Just another free Blogger theme

Powered by Blogger.

Blog Archive ma.abudarrin

ruang tanya jawab

Popular Posts

fb Ma Abu Darrin Bojonegoro

Pages

Labels

Social Icons

Followers

Blog Archive

Featured Posts

March 9, 2015



ULASAN MENGENAI LESSON STUDY
Disadur oleh Mamat Supriatna

Lesson Study adalah terjemahan langsung dari istilah dalam bahasa Jepang, jugyokenkyu, yang terdiri dari dua kata: jugyo, yang berarti pembelajaran (lesson) dan kenkyu yang berarti studi atau penelitian. Jadi, Lesson Study berarti studi atau penelitian mengenai praktik mengajar. Guru-guru Jepang menjalani proses yang melibatkan diskusi mengenai pembelajaran yang mereka rencanakan dan amati bersama. Pembelajaran ini disebut sebagai kenkyujugyo (kebalikan dari jugyokenkyu) yang artinya pembelajaran penelitian atau pembelajaran yang menjadi objek studi.

PROSES LESSON STUDY
Langkah 1: Merencanakan Pembelajaran secara Kolaboratif
Lesson Studi bermula dari berkumpulnya para guru untuk merencanakan pembelajaran. Proses perencanaan ini bersifat kolaboratif dan mendetil. Guru-guru berbagi ide mengenai bagaimana merancang pembelajaran yang terbaik dengan menggunakan pengalaman masa lalu, observasi mengenai siswa mereka masing-masing, panduan guru, buku teks, dan referensi-referensi lainnya. Produk akhir dari langkah pertama ini adalah rencana pembelajaran yang mendeskripsikan rancangan pembelajaran secara mendetil.

Langkah 2: Menjalankan Pembelajaran
Langkah berikutnya adalah meminta salah seorang guru dalam kelompok untuk mengajarkan pembelajaran yang telah dirancang kepada siswa-siswanya. Implementasi ini bersifat publik karena melibatkan guru-guru lain sebagai pengamat. Para pengamat hadir dalam proses mengajar dengan rencana pembelajaran sebagai instrumen untuk menuntut mereka dalam pengamatan.

Langkah 3: Mendiskusikan Pembelajaran
Kelompok para guru tersebut kemudian berkumpul untuk melakukan refleksi mengenai pembelajaran yang telah diujikan di ruang kelas. Mereka berbagi hasil pengamatan mereka dan saling memberikan tanggapan serta saran.
Langkah 4: Merevisi Pembelajaran
Beberapa kelompok berhenti setelah mereka mendiskusikan hasil pengamatan, namun beberapa kelompok lain melanjutkannya dengan merevisi rencana pembelajaran dan mengulang kembali proses mengajar sehingga mereka dapat terus belajar dari hal tersebut. Proses revisi ini akan menghasilkan versi rencana pembelajaran yang lebih baru, yang merefleksikan perubahan-perubahan dalam rencana pembelajaran yang telah diputuskan bersama.

Langkah 5: Mengajarkan Ulang Rancangan Pembelajaran yang telah Direvisi (Pilihan)
Anggota kelompok lainnya akan mengajarkan pembelajaran yang telah direvisi kepada murid-muridnya secara publik sementara anggota-anggota kelompok yang lain menjadi pengamat. Jika guru tidak dapat menghadiri kedua sesi pembelajaran, biasanya ia akan menghadiri yang kedua karena pembelajaran yang telah direvisi ini adalah kulminasi dari kerja kelompok tersebut.
Sebaiknya, yang mengajarkan pembelajaran yang telah direvisi tersebut adalah guru yang berbeda dengan sesi pembelajaran yang pertama, dengan kelas dan murid yang berbeda pula.  Semakin bervariasi guru dan murid yang terlibat, semakin luas pengalaman yang dapat dijadikan dasar oleh kelompok tersebut, juga memberi guru semakin banyak kesempatan untuk mengajar di kelas yang berbeda. Sangat jarang sebuah kelompok merevisi pembelajaran untuk yang ketiga kalinya. Lebih baik beralih ke topik pembelajaran baru daripada terus merevisi pembelajaran yang sama dengan hasil yang terus berkurang. Hal ini juga lebih efektif dari segi waktu dan kemajuan murid berdasarkan kurikulum.

Langkah 6: Berbagi Refleksi  mengenai Pembelajaran yang Telah Direvisi
Para guru akan berkumpul kembali untuk mendiskusikan reaksi mereka mengenai sesi pengajaran pembelajaran yang telah direv isi. Percakapan kembali berpusat pada aktivitas berbagi pengalaman observasi, saran, dan komentar. Sebaiknya, diskusi mengenai sesi pengajaran pembelajaran ini dicatat atau direkam secara mendetil sebagai referensi untuk kelompok lain atau bahan untuk menulis laporan.

SEJARAH SINGKAT LESSON STUDY
Lesson Study telah ada sejak awal tahun 1900-an (Nakatome, 1984). Strategi mengkombinasikan Lesson Study dengan konaikenshu (pelatihan atau workshop yang diadakan di sekolah) telah dijalankan secara mapan pada pertengahan tahun 1960-an. Satu dekade setelahnya, pemerintah Jepang yang melihat manfaat konaikenshu semakin mendorong sekolah-sekolah untuk melaksanakan aktivitas ini, yang pada saat itu masih merupakan aktivitas grassroot. Pada periode ini, pemerintah Jepang menyediakan bantuan finansial untuk sekolah-sekolah yang melaksanakan konaikenshu, yang masih berjalan hingga saat ini. Diperkirakan bahwa pada saat ini, sebagian besar sekolah dasar dan banyak sekolah menengah di Jepang telah menjalankan konaikenshu.
Meskipun didukung oleh pemerintah Jepang, pelaksanaan konaikenshu tetap bersifat sukarela. Pada prinsipnya, sekolah menjalankan konaikenshu karena mereka memilih untuk menjalankannya. Akan tetapi, pada kenyataannya, sekolah-sekolah di Jepang menganggap pelaksanaan konaikenshu setengah diwajibkan. Kepala Sekolah suatu sekolah dasar di Jepang menjelaskan situasi ini sebagai berikut:

Untuk berbagai alasan, hampir seluruh sekolah di sini menjalankan konaikenshu. Sebagaimana yang Anda katakan, tidak ada hukum yang mengharuskan kami menjalankan program tersebut, akan tetapi hal itu sangat disarankan. Juga, karena hampir seluruh sekolah menjalankan konaikenshu, kami merasa perlu melaksanakannya juga.

Kepala Sekolah lain yang diwawancarai secara eksplisit menghubungkan popularitas konaikenshu dengan insentif yang diberikan oleh pemerintah.

Saat ini, terdapat insentif bagi sekolah yang menjalankan konaikenshu. Terdapat dukungan finansial dari Departemen Pendidikan lokal bagi sekolah-sekolah yang menjalankan program tersebut. Meskipun Departemen Pendidikan tidak menyediakan dana untuk guru (sebagai gaji tambahan), uang tersebut dapat digunakan untuk mengundang orang luar, misalnya ahli kurikulum atau ahli mata pelajaran, profesor universitas, dan sebagainya, juga untuk mengirimkan beberapa guru ke sekolah lain untuk mengamati program yang sedang dijalankan oleh sekolah tersebut, dan untuk membuat buletin studi di akhir tahun pelajaran.

Alasan lain yang membuat konaikenshu begitu populer adalah kenyataan bahwa partisipasi dalam program tersebut dirasa sangat membantu bagi para guru dalam mata pelajaran tertentu (Inagaki, Terasaki & Matsudaira, 1988). Meskipun memakan waktu, Lesson Study memungkinkan para guru untuk memiliki gagasan yang jelas mengenai kekuatan dan kelemahannya serta mendapatkan informasi penting untuk meningkatkan keterampilan mengajar mereka (Nakamura, Takahashi & Kurosawa, 1989). Sebagaimana pendapat tiga orang guru dan Kepala Sekolah sebagai berikut:
Mengembangkan suatu pembelajaran yang baik adalah sesuatu yang ideal, namun menurut saya, yang terbaik dari Lesson Study adalah kesempatan yang diberikan program tersebut untuk merefleksikan dan berpikir ulang tentang pengajaran Anda.

Meskipun berlangsung dalam waktu singkat, berkumpul bersama dan berdiskusi tentang proses mengajar secara sangat serius adalah pengalaman yang sangat berharga.
Saya juga merasa bahwa pengalaman dalam Lesson Study memberi kami kesempatan untuk membangun hubungan yang baik di antara guru-guru. Menurut saya, hubungan yang kuat dapat terbangun jika guru berkumpul bersama dan berpikir secara serius mengenai pekerjaan kami, yaitu mengajar. Bagaimanapun juga, Lesson Study dapat membantu guru membangun hubungan yang kuat, dan saya rasa hal ini penting bagi semua guru.

Selain itu, proses menyelesaikan permasalahan dalam pekerjaan ini (Lesson Study) menuntut keseriusan, intensitas mengajar, dan tanggung jawab profesional karena apapun yang Anda lakukan di sekolah akan mempengaruhi siswa. Lingkungan pekerjaan dan keseriusan adalah manfaat dari pengembangan profesional di sekolah.

Meskipun demikian, tidak dapat disimpulkan bahwa Lesson Study berjalan dengan kualitas yang sama di semua sekolah. Kualitas konaikenshu bervariasi, bergantung pada kepemimpinan sekolah, kualitas guru yang mengajat, ikatan di antara mereka, dan ketertarikan mereka akan program konaikenshu itu sendiri. Salah seorang kepala sekolah menjelaskan:

Tentu saja kami berpendapat bahwa konaikenshu penting untul dilaksanakan. Akan tetapi, saya tidak dapat mengatakan bahwa semua sekolah menjalankannya dengan baik, jika kita berbicara tentang kualitas pelatihan tersebut. Bagaimana Anda membuat konaikenshu bermakna bergantung pada kondisi kepemimpinan dan kebersamaan guru di sekolah.

RENCANA PEMBELAJARAN: DOKUMEN TIGA BAGIAN YANG KOMPLEKS
Meskipun hanya tersedia lima hari untuk menjalankannya, rencana pembelajaran yang diedarkan oleh Ms. Nishi dan Ms. Tsukuda adalah dokumen yang kompleks dan berisi yang terdiri dari tiga bagian utama: pendahuluan, bagian berisi unit yang mengandung pembelajaran, dan bagian mengenai pembelajaran itu sendiri.

Bagian 1: Pendahuluan mengenai Rencana Pembelajaran
Pembelajaran diawali dengan bagian pendahuluan yang memberikan penjelasan dasar mengenai pembelajaran dan unit yang mengandung pembelajaran ini (misalnya nama kelas, waktu, tanggal, dan unit). Hal ini diikuti dengan beberapa paragraf mengenai informasi latar belakang. Paragraf-paragraf ini membentuk kerangka rencana dengan mendeskripsikan anak-anak di dalam kelas, tingkat pengetahuan terkini mereka, kemampuan, dan ketertarikan mereka. Keterangan yang diberikan dalam bagian pendahuluan ini juga membantu menerangi pemikiran yang menuntun pengembangan pembelajaran tersebut. Sebagai contoh, pembaca mempelajari bahwa untuk memotivasi siswa, pembelajaran akan menggunakan soal cerita berdasarkan piknik kelas. Pembaca juga mempelajari bahwa dalam pembelajaran-pembelajaran selanjutnya, murid-murid akan dituntun untuk mengerjakan soal-soal pengurangan yang dimuat dalam pembelajaran dengan menggunakan apa yang disebut sebagai metode pengurangan-penjumlahan dan pengurangan-pengurangan.

Bagian 2: Informasi mengenai Unit Pembelajaran
Bagian kedua dari rancangan pembelajaran difokuskan pada penyediaan informasi mengenai unit pembelajaran (dalam hal ini unit pengurangan) yang memuat pembelajaran yang telah dipilih. Bagian ini dibagi ke dalam tiga subbagian. Subbagian pertama menyebutkan lima tujuan utama dari unit pembelajaran. Sebagai contoh, salah satu tujuan yang tertulis adalah ‘siswa mampu melakukan pengurangan dengan percaya diri dan tepat dengan mengelompokkan kembali dengan menggunakan konsep terkait, yaitu penambahan dua angka satu digit dengan proses ‘membawa bilangan’.

Rencana Pembelajaran Matematika

Guru: Keiko Tsukuda
1.   Tanggal dan Waktu: 18 November 1993 (Kamis), Periode kedua
2.   Kelas                             : Kelas 1, 19 siswa, 8 perempuan, 11 laki-laki
3.   Nama Unit           : Pengurangan (2)
4.   Alasan Memilih Unit    :
Sampai pada tahap ini, siswa telah mempelajari konsep pengurangan dalam situasi di mana pengelompokkan kembali (regrouping) tidak diperlukan. Selain itu, dengan menyusun dan menguraikan bilangan, siswa telah dapat mengenali berbagai bentuk yang berbeda di mana sebuah bilangan dapat dihasilkan. Juga, dengan menggunakan fleksibilitas sebuah bilangan, siswa telah berpikir tentang berbagai cara untuk menjumlahkan bilangan sembari membawa bilangan.
Dalam pembelajaran ini, siswa akan menemui soal-soal pengurangan (seperti 10 sampai 19 dikurangi 1 sampai 9) yang tidak dapat diselesaikan tanpa pengelompokkan kembali (yaitu dengan mengurangkan bilangan dari bilangan yang ada di depannya). Siswa akan melihat bahwa dengan menggunakan konsep yang dipelajari dalam pembelajaran sebelumnya, soal ini dapat diselesaikan dengan membawa bilangan 1 dari posisi 10 untuk membuat 10 (yaitu pengelompokkan). Siswa akan menyadari bahwa setelah langkah ini diambil, mereka dapat melanjutnya menyelesaikan soal tersebut dengan menggunakan strategi-strategi yang telah mereka pelajari sebelumnya. Sebagai tambahan, pembelajaran ini bertujuan untuk memperdalam pemahaman siswa mengenai sistem desimal 10 (nilai tempat). Selain itu, melalui pembelajaran ini, siswa diharapkan dapat melakukan pengurangan dengan pengelompokkan kembali dengan memilih metode yang paling efektif sesuai dengan bilangan yang terlibat.
Para siswa di kelas ini, kecuali siswa M, memahami konsep pengurangan tanpa pengelompokkan kembali dan dapat menggunakan alat bantu untuk menyelesaikan soal-soal jenis ini. Mereka juga dapat menjawab dengan benar tanpa menemui masalah. Akan tetapi, waktu untuk menjawab dengan benar sangat bervariasi di antara para siswa. Selain itu, sejumlah besar siswa masih menghitung menggunakan jari mereka daripada menggunakan alat bantu yang telah disediakan seperti blok. Juga, terdapat perbedaan dalam kemampuan siswa untuk memproses penghitungan ini. Ada siswa yang dapat menghitung jawaban di kepala mereka dengan menggunakan metode yang sulit seperti penyusunan dan penguraian bilangan yang merupakan dasar dari penambahan dengan membawa bilangan dan pengurangan dengan pengelompokkan ulang. Siswa lain menggunakan bilangan pelengkap 10 dan penghitungan tiga bilangan satu digit. Sebaliknya, ada juga siswa yang memerlukan waktu lama untuk mendapatkan jawaban, meskipun mereka menggunakan objek konkrit untuk membantu mereka dalam penghitungan.
Bahkan dalam situasi seperti ini, jumlah siswa yang mengatakan “Saya suka aritmatika” relatif tinggi. Ketika ditanya mengapa mereka merasa seperti itu, para siswa menjawab dengan komentar “menyenangkan melakukan aktivitas dengan menggunakan alat bantu seperti blok dan keramik”, atau “hal ini menyenangkan karena seperti permainan kuis”, atau “hal ini menyenangkan karena harus melaporkan jawaban di depan kelas.”
Dalam pembelajaran ini, saya berencana untuk menggunakan soal-soal yang didasarkan pada kehidupan sehari-hari siswa untuk memotivasi mereka agar dapat menyelesaikan soal-soal tersebut. Sebagai tambahan, ketika saya menggunakan alat bantu untuk memfasilitasi pembelajaran siswa, saya akan merancang bahan-bahan yang akan menangkap proses berpikir siswa. Saya berharap dengan membuat siswa dapat mengerjakan soal-soal ini (yang didasarkan pada kehidupan sehari-hari), tujuan unit yang telah ditetapkan akan tercapai.
Bilangan  yang akan saya gunakan dalam pembelajaran ini adalah ’12 dikurangi 7’ karena saya yakin soal tersebut akan memperlihatkan berbagai cara yang berbeda untuk menyelesaikannya. Saya tidak hanya berharap bahwa metode pengurangan-penambahan (genkaho) akan muncul, tetapi juga yang lainnya, yaitu metode pengurangan-pengurangan (gengenho), penghitungan-pengurangan (kazoehiki), dan metode pelengkapan-penambahan (hokaho).
Dalam pembelajaran selanjutnya, ketika berpikir tentang metode penghitungan yang paling efektif, siswa akan berusaha untuk menguasai metode pengurangan-penambahan dan pengurangan-pengurangan. Agar dapat melakukan hal ini, saya akan menyuruh siswa untuk berlatih berulang-ulang melalui aktivitas-aktivitas yang mencerminkan penemuan angka pelengkap 10 (ju no hosu). Saya juga akan menyuruh mereka berlatih menguraikan bilangan yang dikurangi untuk memasangkan bilangan tersebut dengan bilangan yang dikurangkan (dengan cara pengelompokkan).
5.    Tujuan Unit Pembelajaran:
·        Untuk memperdalam pemahaman siswa mengenai situasi di mana pengurangan dilakukan
·        Untuk memperdalam pemahaman siswa mengenai cara memformulakan dan membaca ekspresi-ekspresi pengurangan yang ditulis dalam simbol-simbol
·        Untuk mengembangkan pemahaman siswa dalam menghitung pengurangan dengan pengelompokkan dengan menggunakan konsep penambahan yang berlawanan dengan menambahkan dua bilangan satu digit. (contoh: 6+7=13 menjadi 13-7=6)
·        Untuk mengembangkan kemampuan siswa untuk menghitung pengurangan dengan percaya diri dan tepat menggunakan pengelompokkan dengan menggunakan konsep penambahan dua bilangan satu digit yang terkait, yang mencakup membawa bilangan.
·        Siswa agar dapat merepresentasikan sebuah bilangan sebagai hasil dari pengurangan bermacam-macam pasangan bilangan (contoh: 5=11-6, 5=12-7, 5=13-8, dsb.)
6.   Hal-Hal Terkait
(belum lengkap)
7.   Rencana Unit (12 pembelajaran)
Bagian I     : untuk memahami bagaimana memformulakan ekspresi pengurangan yang melibatkan pengelompokkan kembali dan bagaimana menghitung pengurangan jenis ini dengan menggunakan alat bantu konkrit (4 pembelajaran)
·        Pembelajaran 1: berpikir mengenai metode penghitungan pengurangan yang melibatkan pengelompokkan kembali (periode ini)
·        Pembelajaran 2  : mengembangkan pemahaman yang lebih baik mengenai metode pengurangan-penambahan dengan menghitung 12 dikurangi 9 (12-9)
·        Pembelajaran 3  : mengembangkan pemahaman yang lebih baik mengenai metode pengurangan-pengurangan dengan menghitung 13 dikurangi 4 (13-4)
·        Pembelajaran 4  : mempelajari bagaimana memilih metode yang paling efisien dalam pengurangan tergantung bilangan yang diberikan

Bagian II: untuk menerapkan pengurangan dengan pengelompokkan kembali ke dalam beragam situasi dan soal (3 pembelajaran)
Pembelajaran 1-3: untuk meningkatkan kemampuan dalam menyelesaikan soal menggunakan pengurangan dengan pengelompokkan kembali ketika terdapat perbedaan dan sisa.
Bagian III: untuk membuat kartu yang mengandung pengurangan dengan soal-soal pengurangan kembali dan berlatih dengan menggunakan kartu ketika menghitung (3 pembelajaran)
Pembelajaran 1-3: untuk menguasai proses penghitungan dengan menikmati permainan menggunakan kartu.

Bagian IV: Review (2 pembelajaran)
Pembelajaran 1-2 : me-review apa yang telah dipelajari siswa dengan mengerjakan latihan

8.   Perspektif mengenai Evaluasi (mengenai Pemahaman Siswa tentang Materi)
a.   Ketertarikan dan sikap
(sebaik apa siswa) berupaya mendapatkan kemajuan dalam melakukan pengurangan
ketika menggunakan objek-objek konkrit (sebaik apa) siswa mempresentasikan ga-
gasan mereka.
b.   Cara berpikir
Kemampuan untuk menyelesaikan soal dengan menggunakan konsep-konsep yang
Telah dipelajari sebelumnya atau gagasan memecah bilangan ke dalam 10.
c.   Ekspresi dan Memproses Konsep
Kemampuan untuk menghitung pengurangan yang mengandung pengelompokkan kembali dengan menggunakan konsep penambahan yang berlawanan dengan membawa dua bilangan satu digit. (6+7=13, 13-7=6).
d.   Pengetahuan dan keterampilan
Untuk memahami bagaimana menghitung pengurangan yang mengandung pengelompokkan kembali dengan menggunakan konsep penambahan yang berlawanan dengan membawa dua bilangan satu digit. (6+7=13, 13-7=6) dan apa artinya.
9.   Hal-hal yang harus dipersiapkan:
10.               Tujuan Pembelajaran
11.               Kemajuan Pembelajaran

Persiapan Mengajarkan Pembelajaran
 Perubahan besar pertama yang dilakukan oleh Nishi dan Tsukuda adalah menambahkan sebuah diagram yang diberi nama ‘hal-hal yang berkaitan’ (related items) yang sebelumnya dibiarkan kosong. Diagram tersebut, yang dirancang dengan mengacu pada Manual Pengajaran Guru menempatkan pembelajaran ini dalam konteks kurikulum dasar 5 tahun. Secara lebih spesifik, diagram ini menunjukkan bagaimana unit penambahan dan pengurangan yang diajarkan di kelas satu berkaitan dengan unit-unit lain yang diajarkan di kelas dua dan kelas lima sehingga guru-guru dapat menempatkan pembelajaran tersebut relatif terhadap materi yang akan mereka ajarkan.
Yang kedua, para guru menambah satu bagian yang diberi judul ‘Tujuan Pembelajaran Ini’ dan menghapus bagian yang berjudul ‘Perspektif mengenai Evaluasi’, yang digabungkan ke dalam bagian tujuan. Setelah para guru memiliki tujuan spesifik dalam pembelajaran, masuk akal untuk mengadakan evaluasi terhadap tujuan-tujuan pembelajaran ini.

Rancangan pembelajaran di kelas Ms. Nishi:
Tanggal/Waktu   : 18 November 1993 (Kamis), Periode Kedua
Kelas                             : Kelas I, 11 laki-laki, 8 perempuan
Nama Unit :         Pengurangan (2)       
Bagian pembukaan sampai dengan Poin 8 sama dengan rancangan sebelumnya, Poin 6 ditambahkan diagram (ga kebaca), dan ditambahkan Poin 9

9. Hal-hal yang harus disiapkan:
Kertas gambar yang dilapisi lem semprot (19 buah), keramik (12x19), handout (19), potongan kertas dan daun Ginko sebagai petunjuk.

Persiapan Mengajar
Yang ketiga, bagian ‘Hal-Hal yang Harus Disiapkan’ dilengkapi. Dalam bagian tersebut, para guru mencatat bahwa mereka perlu membuat 19 alat bantu dan handout, serta akan membuat kartu petunjuk untuk membantu pembelajaran.
Yang keempat, dibuat catatan mengenai siswa M, anak di kelas Tsukuda yang masih juga belum dapat melakukan pengurangan. Bagian ini seharusnya mencakup penanganan siswa dengan kebutuhan khusus.
Yang terakhir, sejumlah modifikasi dibuat dalam tabel empat kolom yang berjudul ‘Kemajuan Pembelajaran’. Beberapa aspek pembelajaran yang dideskripsikan diubah, informasi yang dimasukkan ke dalam tabel ini lebih rinci dan lengkap, dan kolom evaluasi yang sebelumnya dikosongkan kini diisi dengan a, b, c, atau d yang merupakan empat kategori tujuan pembelajaran yang tercantum dalam bagian ‘Tujuan Pembelajaran Ini’.  

MENCIPTAKAN MATERI DAN BERLATIH
Beberapa hari sebelum pembelajaran, Nishi dan Tskukuda mempersiapkan alat bantu dan handout untuk para siswa, di antaranya 12 potongan keramik dari kertas. Paket yang dipersiapkan oleh Nishi dan Tsukuda untuk para pengamat mencakup kopi rancangan pembelajaran dan lembar kerja siswa yang rancangannya telah disetujui bersama.
Mereka juga memasukkan diagram tempat duduk siswa sehingga para pengamat dapat mengamati strategi menjawab soal yang dikerjakan oleh masing-masing siswa. Seluruh pengamat diberi paket ini satu hari sebelum pembelajaran sehingga mereka dapat mempelajarinya. Sehari sebelumnya, Nishi dan Tsukuda melatih pembelajaran mereka dan memastikan semua perlengkapan mengajar yang dibutuhkan Nishi telah lengkap.

MEMAHAMI PENYELESAIAN SOAL
Pembelajaran dimulai sekitar 5 menit setelah bel berbunyi, dimulai dengan majunya dua orang siswa yang ditugaskan sebagai monitor harian untuk bergabung dengan guru di depan. Kedua siswa ini mengawasi siswa-siswa lain di kelas dan memanggil siswa yang tidak memperhatikan atau mengobrol. Setelah seluruh kelas rapi, kedua siswa tersebut mengumumkan bersama-sama ‘Pelajaran Matematika akan Dimulai’, yang diikuti dengan ‘Beri hormat’. Kemudian, guru, siswa, dan pengamat memberi hormat (membungkuk). Karena merupakan praktik yang umum di Jepang, hal ini tidak dimasukkan ke dalam rancangan pembelajaran.
Nishi memulai pelajaran dengan mengingatkan kelas mengenai kegiatan mengumpulkan daun yang mereka lakukan beberapa hari sebelumnya dan mengajukan pertanyaan mengenai jenis daun yang dikumpulkan dan jumlahnya dan dijawab dengan antusias oleh para siswa. Kemudian, ia mengungkapkan soal cerita yang mengandung ekspresi pengurangan dengan contoh yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, yaitu daun yang telah dikumpulkan oleh para siswa tersebut.


TRIMS ATAS KUNJUNGANNYA, TEGUR SAPA SANGAT BERARTI BAGI KAMI ma.abudarrinbojonegoro@yahoo.com

0 komentar: