ULASAN
MENGENAI LESSON STUDY
Disadur oleh Mamat Supriatna
Lesson
Study adalah terjemahan langsung dari istilah dalam bahasa
Jepang, jugyokenkyu, yang terdiri
dari dua kata: jugyo, yang berarti
pembelajaran (lesson) dan kenkyu yang berarti studi atau penelitian.
Jadi, Lesson Study berarti studi atau
penelitian mengenai praktik mengajar. Guru-guru Jepang menjalani proses yang
melibatkan diskusi mengenai pembelajaran yang mereka rencanakan dan amati
bersama. Pembelajaran ini disebut sebagai kenkyujugyo
(kebalikan dari jugyokenkyu) yang
artinya pembelajaran penelitian atau pembelajaran yang menjadi objek studi.
PROSES
LESSON STUDY
Langkah
1: Merencanakan Pembelajaran secara Kolaboratif
Lesson Studi bermula dari
berkumpulnya para guru untuk merencanakan pembelajaran. Proses perencanaan ini
bersifat kolaboratif dan mendetil. Guru-guru berbagi ide mengenai bagaimana merancang
pembelajaran yang terbaik dengan menggunakan pengalaman masa lalu, observasi
mengenai siswa mereka masing-masing, panduan guru, buku teks, dan
referensi-referensi lainnya. Produk akhir dari langkah pertama ini adalah
rencana pembelajaran yang mendeskripsikan rancangan pembelajaran secara
mendetil.
Langkah
2: Menjalankan Pembelajaran
Langkah berikutnya adalah
meminta salah seorang guru dalam kelompok untuk mengajarkan pembelajaran yang
telah dirancang kepada siswa-siswanya. Implementasi ini bersifat publik karena
melibatkan guru-guru lain sebagai pengamat. Para pengamat hadir dalam proses
mengajar dengan rencana pembelajaran sebagai instrumen untuk menuntut mereka
dalam pengamatan.
Langkah
3: Mendiskusikan Pembelajaran
Kelompok para guru tersebut
kemudian berkumpul untuk melakukan refleksi mengenai pembelajaran yang telah
diujikan di ruang kelas. Mereka berbagi hasil pengamatan mereka dan saling
memberikan tanggapan serta saran.
Langkah
4: Merevisi Pembelajaran
Beberapa kelompok berhenti
setelah mereka mendiskusikan hasil pengamatan, namun beberapa kelompok lain
melanjutkannya dengan merevisi rencana pembelajaran dan mengulang kembali
proses mengajar sehingga mereka dapat terus belajar dari hal tersebut. Proses revisi
ini akan menghasilkan versi rencana pembelajaran yang lebih baru, yang
merefleksikan perubahan-perubahan dalam rencana pembelajaran yang telah
diputuskan bersama.
Langkah
5: Mengajarkan Ulang Rancangan Pembelajaran yang telah Direvisi (Pilihan)
Anggota kelompok lainnya
akan mengajarkan pembelajaran yang telah direvisi kepada murid-muridnya secara
publik sementara anggota-anggota kelompok yang lain menjadi pengamat. Jika guru
tidak dapat menghadiri kedua sesi pembelajaran, biasanya ia akan menghadiri
yang kedua karena pembelajaran yang telah direvisi ini adalah kulminasi dari
kerja kelompok tersebut.
Sebaiknya, yang mengajarkan pembelajaran yang
telah direvisi tersebut adalah guru yang berbeda dengan sesi pembelajaran yang
pertama, dengan kelas dan murid yang berbeda pula. Semakin bervariasi guru dan murid yang
terlibat, semakin luas pengalaman yang dapat dijadikan dasar oleh kelompok
tersebut, juga memberi guru semakin banyak kesempatan untuk mengajar di kelas
yang berbeda. Sangat jarang sebuah kelompok merevisi pembelajaran untuk yang
ketiga kalinya. Lebih baik beralih ke topik pembelajaran baru daripada terus
merevisi pembelajaran yang sama dengan hasil yang terus berkurang. Hal ini juga
lebih efektif dari segi waktu dan kemajuan murid berdasarkan kurikulum.
Langkah
6: Berbagi Refleksi mengenai
Pembelajaran yang Telah Direvisi
Para guru akan berkumpul
kembali untuk mendiskusikan reaksi mereka mengenai sesi pengajaran pembelajaran
yang telah direv isi. Percakapan kembali berpusat pada aktivitas berbagi
pengalaman observasi, saran, dan komentar. Sebaiknya, diskusi mengenai sesi
pengajaran pembelajaran ini dicatat atau direkam secara mendetil sebagai
referensi untuk kelompok lain atau bahan untuk menulis laporan.
SEJARAH
SINGKAT LESSON STUDY
Lesson
Study telah ada sejak awal tahun 1900-an (Nakatome, 1984).
Strategi mengkombinasikan Lesson Study
dengan konaikenshu (pelatihan atau
workshop yang diadakan di sekolah) telah dijalankan secara mapan pada
pertengahan tahun 1960-an. Satu dekade setelahnya, pemerintah Jepang yang
melihat manfaat konaikenshu semakin
mendorong sekolah-sekolah untuk melaksanakan aktivitas ini, yang pada saat itu masih
merupakan aktivitas grassroot. Pada
periode ini, pemerintah Jepang menyediakan bantuan finansial untuk
sekolah-sekolah yang melaksanakan konaikenshu,
yang masih berjalan hingga saat ini. Diperkirakan bahwa pada saat ini, sebagian
besar sekolah dasar dan banyak sekolah menengah di Jepang telah menjalankan konaikenshu.
Meskipun didukung oleh
pemerintah Jepang, pelaksanaan konaikenshu
tetap bersifat sukarela. Pada prinsipnya, sekolah menjalankan konaikenshu karena mereka memilih untuk
menjalankannya. Akan tetapi, pada kenyataannya, sekolah-sekolah di Jepang
menganggap pelaksanaan konaikenshu setengah
diwajibkan. Kepala Sekolah suatu sekolah dasar di Jepang menjelaskan situasi
ini sebagai berikut:
Untuk
berbagai alasan, hampir seluruh sekolah di sini menjalankan konaikenshu. Sebagaimana yang Anda katakan,
tidak ada hukum yang mengharuskan kami menjalankan program tersebut, akan
tetapi hal itu sangat disarankan. Juga, karena hampir seluruh sekolah
menjalankan konaikenshu, kami merasa
perlu melaksanakannya juga.
Kepala Sekolah lain yang
diwawancarai secara eksplisit menghubungkan popularitas konaikenshu dengan insentif yang diberikan oleh pemerintah.
Saat
ini, terdapat insentif bagi sekolah yang menjalankan konaikenshu. Terdapat dukungan finansial dari Departemen Pendidikan
lokal bagi sekolah-sekolah yang menjalankan program tersebut. Meskipun
Departemen Pendidikan tidak menyediakan dana untuk guru (sebagai gaji
tambahan), uang tersebut dapat digunakan untuk mengundang orang luar, misalnya
ahli kurikulum atau ahli mata pelajaran, profesor universitas, dan sebagainya,
juga untuk mengirimkan beberapa guru ke sekolah lain untuk mengamati program
yang sedang dijalankan oleh sekolah tersebut, dan untuk membuat buletin studi
di akhir tahun pelajaran.
Alasan lain yang membuat konaikenshu begitu populer adalah
kenyataan bahwa partisipasi dalam program tersebut dirasa sangat membantu bagi
para guru dalam mata pelajaran tertentu (Inagaki, Terasaki & Matsudaira,
1988). Meskipun memakan waktu, Lesson
Study memungkinkan para guru untuk memiliki gagasan yang jelas mengenai
kekuatan dan kelemahannya serta mendapatkan informasi penting untuk
meningkatkan keterampilan mengajar mereka (Nakamura, Takahashi & Kurosawa,
1989). Sebagaimana pendapat tiga orang guru dan Kepala Sekolah sebagai berikut:
Mengembangkan
suatu pembelajaran yang baik adalah sesuatu yang ideal, namun menurut saya,
yang terbaik dari Lesson Study adalah
kesempatan yang diberikan program tersebut untuk merefleksikan dan berpikir
ulang tentang pengajaran Anda.
Meskipun
berlangsung dalam waktu singkat, berkumpul bersama dan berdiskusi tentang
proses mengajar secara sangat serius adalah pengalaman yang sangat berharga.
Saya
juga merasa bahwa pengalaman dalam Lesson
Study memberi kami kesempatan untuk membangun hubungan yang baik di antara
guru-guru. Menurut saya, hubungan yang kuat dapat terbangun jika guru berkumpul
bersama dan berpikir secara serius mengenai pekerjaan kami, yaitu mengajar.
Bagaimanapun juga, Lesson Study dapat
membantu guru membangun hubungan yang kuat, dan saya rasa hal ini penting bagi
semua guru.
Selain
itu, proses menyelesaikan permasalahan dalam pekerjaan ini (Lesson Study) menuntut keseriusan,
intensitas mengajar, dan tanggung jawab profesional karena apapun yang Anda
lakukan di sekolah akan mempengaruhi siswa. Lingkungan pekerjaan dan keseriusan
adalah manfaat dari pengembangan profesional di sekolah.
Meskipun demikian, tidak
dapat disimpulkan bahwa Lesson Study
berjalan dengan kualitas yang sama di semua sekolah. Kualitas konaikenshu bervariasi, bergantung pada
kepemimpinan sekolah, kualitas guru yang mengajat, ikatan di antara mereka, dan
ketertarikan mereka akan program konaikenshu
itu sendiri. Salah seorang kepala sekolah menjelaskan:
Tentu
saja kami berpendapat bahwa konaikenshu
penting untul dilaksanakan. Akan tetapi, saya tidak dapat mengatakan bahwa
semua sekolah menjalankannya dengan baik, jika kita berbicara tentang kualitas
pelatihan tersebut. Bagaimana Anda membuat konaikenshu
bermakna bergantung pada kondisi kepemimpinan dan kebersamaan guru di sekolah.
RENCANA
PEMBELAJARAN: DOKUMEN TIGA BAGIAN YANG KOMPLEKS
Meskipun hanya tersedia lima
hari untuk menjalankannya, rencana pembelajaran yang diedarkan oleh Ms. Nishi
dan Ms. Tsukuda adalah dokumen yang kompleks dan berisi yang terdiri dari tiga
bagian utama: pendahuluan, bagian berisi unit yang mengandung pembelajaran, dan
bagian mengenai pembelajaran itu sendiri.
Bagian
1: Pendahuluan mengenai Rencana Pembelajaran
Pembelajaran diawali dengan
bagian pendahuluan yang memberikan penjelasan dasar mengenai pembelajaran dan unit
yang mengandung pembelajaran ini (misalnya nama kelas, waktu, tanggal, dan
unit). Hal ini diikuti dengan beberapa paragraf mengenai informasi latar
belakang. Paragraf-paragraf ini membentuk kerangka rencana dengan
mendeskripsikan anak-anak di dalam kelas, tingkat pengetahuan terkini mereka,
kemampuan, dan ketertarikan mereka. Keterangan yang diberikan dalam bagian
pendahuluan ini juga membantu menerangi pemikiran yang menuntun pengembangan
pembelajaran tersebut. Sebagai contoh, pembaca mempelajari bahwa untuk
memotivasi siswa, pembelajaran akan menggunakan soal cerita berdasarkan piknik
kelas. Pembaca juga mempelajari bahwa dalam pembelajaran-pembelajaran
selanjutnya, murid-murid akan dituntun untuk mengerjakan soal-soal pengurangan
yang dimuat dalam pembelajaran dengan menggunakan apa yang disebut sebagai
metode pengurangan-penjumlahan dan pengurangan-pengurangan.
Bagian
2: Informasi mengenai Unit Pembelajaran
Bagian kedua dari rancangan
pembelajaran difokuskan pada penyediaan informasi mengenai unit pembelajaran
(dalam hal ini unit pengurangan) yang memuat pembelajaran yang telah dipilih. Bagian
ini dibagi ke dalam tiga subbagian. Subbagian pertama menyebutkan lima tujuan
utama dari unit pembelajaran. Sebagai contoh, salah satu tujuan yang tertulis
adalah ‘siswa mampu melakukan pengurangan dengan percaya diri dan tepat dengan
mengelompokkan kembali dengan menggunakan konsep terkait, yaitu penambahan dua
angka satu digit dengan proses ‘membawa bilangan’.
Rencana
Pembelajaran Matematika
Guru: Keiko Tsukuda
1. Tanggal
dan Waktu: 18 November 1993 (Kamis), Periode kedua
2. Kelas : Kelas 1, 19
siswa, 8 perempuan, 11 laki-laki
3. Nama
Unit : Pengurangan (2)
4. Alasan
Memilih Unit :
Sampai pada tahap ini, siswa
telah mempelajari konsep pengurangan dalam situasi di mana pengelompokkan
kembali (regrouping) tidak
diperlukan. Selain itu, dengan menyusun dan menguraikan bilangan, siswa telah
dapat mengenali berbagai bentuk yang berbeda di mana sebuah bilangan dapat
dihasilkan. Juga, dengan menggunakan fleksibilitas sebuah bilangan, siswa telah
berpikir tentang berbagai cara untuk menjumlahkan bilangan sembari membawa
bilangan.
Dalam pembelajaran ini, siswa
akan menemui soal-soal pengurangan (seperti 10 sampai 19 dikurangi 1 sampai 9)
yang tidak dapat diselesaikan tanpa pengelompokkan kembali (yaitu dengan
mengurangkan bilangan dari bilangan yang ada di depannya). Siswa akan melihat
bahwa dengan menggunakan konsep yang dipelajari dalam pembelajaran sebelumnya, soal
ini dapat diselesaikan dengan membawa bilangan 1 dari posisi 10 untuk membuat
10 (yaitu pengelompokkan). Siswa akan menyadari bahwa setelah langkah ini
diambil, mereka dapat melanjutnya menyelesaikan soal tersebut dengan menggunakan
strategi-strategi yang telah mereka pelajari sebelumnya. Sebagai tambahan,
pembelajaran ini bertujuan untuk memperdalam pemahaman siswa mengenai sistem
desimal 10 (nilai tempat). Selain itu, melalui pembelajaran ini, siswa
diharapkan dapat melakukan pengurangan dengan pengelompokkan kembali dengan
memilih metode yang paling efektif sesuai dengan bilangan yang terlibat.
Para siswa di kelas ini,
kecuali siswa M, memahami konsep pengurangan tanpa pengelompokkan kembali dan
dapat menggunakan alat bantu untuk menyelesaikan soal-soal jenis ini. Mereka
juga dapat menjawab dengan benar tanpa menemui masalah. Akan tetapi, waktu
untuk menjawab dengan benar sangat bervariasi di antara para siswa. Selain itu,
sejumlah besar siswa masih menghitung menggunakan jari mereka daripada
menggunakan alat bantu yang telah disediakan seperti blok. Juga, terdapat perbedaan
dalam kemampuan siswa untuk memproses penghitungan ini. Ada siswa yang dapat
menghitung jawaban di kepala mereka dengan menggunakan metode yang sulit
seperti penyusunan dan penguraian bilangan yang merupakan dasar dari penambahan
dengan membawa bilangan dan pengurangan dengan pengelompokkan ulang. Siswa lain
menggunakan bilangan pelengkap 10 dan penghitungan tiga bilangan satu digit.
Sebaliknya, ada juga siswa yang memerlukan waktu lama untuk mendapatkan
jawaban, meskipun mereka menggunakan objek konkrit untuk membantu mereka dalam
penghitungan.
Bahkan dalam situasi seperti
ini, jumlah siswa yang mengatakan “Saya suka aritmatika” relatif tinggi. Ketika
ditanya mengapa mereka merasa seperti itu, para siswa menjawab dengan komentar
“menyenangkan melakukan aktivitas dengan menggunakan alat bantu seperti blok
dan keramik”, atau “hal ini menyenangkan karena seperti permainan kuis”, atau “hal
ini menyenangkan karena harus melaporkan jawaban di depan kelas.”
Dalam pembelajaran ini, saya
berencana untuk menggunakan soal-soal yang didasarkan pada kehidupan
sehari-hari siswa untuk memotivasi mereka agar dapat menyelesaikan soal-soal
tersebut. Sebagai tambahan, ketika saya menggunakan alat bantu untuk
memfasilitasi pembelajaran siswa, saya akan merancang bahan-bahan yang akan
menangkap proses berpikir siswa. Saya berharap dengan membuat siswa dapat
mengerjakan soal-soal ini (yang didasarkan pada kehidupan sehari-hari), tujuan
unit yang telah ditetapkan akan tercapai.
Bilangan yang akan saya gunakan dalam pembelajaran ini
adalah ’12 dikurangi 7’ karena saya yakin soal tersebut akan memperlihatkan
berbagai cara yang berbeda untuk menyelesaikannya. Saya tidak hanya berharap
bahwa metode pengurangan-penambahan (genkaho)
akan muncul, tetapi juga yang lainnya, yaitu metode pengurangan-pengurangan (gengenho), penghitungan-pengurangan (kazoehiki), dan metode
pelengkapan-penambahan (hokaho).
Dalam pembelajaran
selanjutnya, ketika berpikir tentang metode penghitungan yang paling efektif,
siswa akan berusaha untuk menguasai metode pengurangan-penambahan dan
pengurangan-pengurangan. Agar dapat melakukan hal ini, saya akan menyuruh siswa
untuk berlatih berulang-ulang melalui aktivitas-aktivitas yang mencerminkan
penemuan angka pelengkap 10 (ju no hosu).
Saya juga akan menyuruh mereka berlatih menguraikan bilangan yang dikurangi
untuk memasangkan bilangan tersebut dengan bilangan yang dikurangkan (dengan
cara pengelompokkan).
5. Tujuan Unit Pembelajaran:
·
Untuk memperdalam
pemahaman siswa mengenai situasi di mana pengurangan dilakukan
·
Untuk memperdalam
pemahaman siswa mengenai cara memformulakan dan membaca ekspresi-ekspresi
pengurangan yang ditulis dalam simbol-simbol
·
Untuk mengembangkan
pemahaman siswa dalam menghitung pengurangan dengan pengelompokkan dengan
menggunakan konsep penambahan yang berlawanan dengan menambahkan dua bilangan
satu digit. (contoh: 6+7=13 menjadi 13-7=6)
·
Untuk mengembangkan
kemampuan siswa untuk menghitung pengurangan dengan percaya diri dan tepat
menggunakan pengelompokkan dengan menggunakan konsep penambahan dua bilangan
satu digit yang terkait, yang mencakup membawa bilangan.
·
Siswa agar dapat
merepresentasikan sebuah bilangan sebagai hasil dari pengurangan bermacam-macam
pasangan bilangan (contoh: 5=11-6, 5=12-7, 5=13-8, dsb.)
6. Hal-Hal
Terkait
(belum
lengkap)
7. Rencana
Unit (12 pembelajaran)
Bagian I :
untuk memahami bagaimana memformulakan ekspresi pengurangan yang melibatkan
pengelompokkan kembali dan bagaimana menghitung pengurangan jenis ini dengan
menggunakan alat bantu konkrit (4 pembelajaran)
·
Pembelajaran 1:
berpikir mengenai metode penghitungan pengurangan yang melibatkan
pengelompokkan kembali (periode ini)
·
Pembelajaran 2 : mengembangkan pemahaman yang lebih baik
mengenai metode pengurangan-penambahan dengan menghitung 12 dikurangi 9 (12-9)
·
Pembelajaran 3 : mengembangkan pemahaman yang lebih baik
mengenai metode pengurangan-pengurangan dengan menghitung 13 dikurangi 4 (13-4)
·
Pembelajaran 4 : mempelajari bagaimana memilih metode yang
paling efisien dalam pengurangan tergantung bilangan yang diberikan
Bagian II: untuk menerapkan pengurangan
dengan pengelompokkan kembali ke dalam beragam situasi dan soal (3
pembelajaran)
Pembelajaran 1-3: untuk meningkatkan
kemampuan dalam menyelesaikan soal menggunakan pengurangan dengan
pengelompokkan kembali ketika terdapat perbedaan dan sisa.
Bagian III: untuk membuat kartu yang
mengandung pengurangan dengan soal-soal pengurangan kembali dan berlatih dengan
menggunakan kartu ketika menghitung (3 pembelajaran)
Pembelajaran 1-3: untuk menguasai proses
penghitungan dengan menikmati permainan menggunakan kartu.
Bagian IV: Review (2 pembelajaran)
Pembelajaran 1-2 : me-review apa yang telah
dipelajari siswa dengan mengerjakan latihan
8. Perspektif
mengenai Evaluasi (mengenai Pemahaman Siswa tentang Materi)
a. Ketertarikan
dan sikap
(sebaik
apa siswa) berupaya mendapatkan kemajuan dalam melakukan pengurangan
ketika
menggunakan objek-objek konkrit (sebaik apa) siswa mempresentasikan ga-
gasan mereka.
b. Cara
berpikir
Kemampuan
untuk menyelesaikan soal dengan menggunakan konsep-konsep yang
Telah
dipelajari sebelumnya atau gagasan memecah bilangan ke dalam 10.
c. Ekspresi
dan Memproses Konsep
Kemampuan
untuk menghitung pengurangan yang mengandung pengelompokkan kembali dengan
menggunakan konsep penambahan yang berlawanan dengan membawa dua bilangan satu
digit. (6+7=13, 13-7=6).
d. Pengetahuan
dan keterampilan
Untuk
memahami bagaimana menghitung pengurangan yang mengandung pengelompokkan kembali dengan
menggunakan konsep penambahan yang berlawanan dengan membawa dua bilangan satu
digit. (6+7=13, 13-7=6) dan apa artinya.
9. Hal-hal
yang harus dipersiapkan:
10.
Tujuan Pembelajaran
11.
Kemajuan Pembelajaran
Persiapan
Mengajarkan Pembelajaran
Perubahan besar pertama yang
dilakukan oleh Nishi dan Tsukuda adalah menambahkan sebuah diagram yang diberi
nama ‘hal-hal yang berkaitan’ (related items) yang sebelumnya dibiarkan kosong.
Diagram tersebut, yang dirancang dengan mengacu pada Manual Pengajaran Guru
menempatkan pembelajaran ini dalam konteks kurikulum dasar 5 tahun. Secara
lebih spesifik, diagram ini menunjukkan bagaimana unit penambahan dan
pengurangan yang diajarkan di kelas satu berkaitan dengan unit-unit lain yang
diajarkan di kelas dua dan kelas lima sehingga guru-guru dapat menempatkan
pembelajaran tersebut relatif terhadap materi yang akan mereka ajarkan.
Yang kedua, para guru
menambah satu bagian yang diberi judul ‘Tujuan Pembelajaran Ini’ dan menghapus bagian
yang berjudul ‘Perspektif mengenai Evaluasi’, yang digabungkan ke dalam bagian
tujuan. Setelah para guru memiliki tujuan spesifik dalam pembelajaran, masuk
akal untuk mengadakan evaluasi terhadap tujuan-tujuan pembelajaran ini.
Rancangan
pembelajaran di kelas Ms. Nishi:
Tanggal/Waktu :
18 November 1993 (Kamis), Periode Kedua
Kelas :
Kelas I, 11 laki-laki, 8 perempuan
Nama Unit :
Pengurangan (2)
Bagian pembukaan sampai
dengan Poin 8 sama dengan rancangan sebelumnya, Poin 6 ditambahkan diagram (ga
kebaca), dan ditambahkan Poin 9
9.
Hal-hal yang harus disiapkan:
Kertas gambar yang dilapisi
lem semprot (19 buah), keramik (12x19), handout (19), potongan kertas dan daun
Ginko sebagai petunjuk.
Persiapan
Mengajar
Yang ketiga, bagian ‘Hal-Hal
yang Harus Disiapkan’ dilengkapi. Dalam bagian tersebut, para guru mencatat
bahwa mereka perlu membuat 19 alat bantu dan handout, serta akan membuat kartu petunjuk untuk membantu
pembelajaran.
Yang keempat, dibuat catatan
mengenai siswa M, anak di kelas Tsukuda yang masih juga belum dapat melakukan
pengurangan. Bagian ini seharusnya mencakup penanganan siswa dengan kebutuhan
khusus.
Yang terakhir, sejumlah
modifikasi dibuat dalam tabel empat kolom yang berjudul ‘Kemajuan
Pembelajaran’. Beberapa aspek pembelajaran yang dideskripsikan diubah,
informasi yang dimasukkan ke dalam tabel ini lebih rinci dan lengkap, dan kolom
evaluasi yang sebelumnya dikosongkan kini diisi dengan a, b, c, atau d yang
merupakan empat kategori tujuan pembelajaran yang tercantum dalam bagian
‘Tujuan Pembelajaran Ini’.
MENCIPTAKAN
MATERI DAN BERLATIH
Beberapa hari sebelum
pembelajaran, Nishi dan Tskukuda mempersiapkan alat bantu dan handout untuk para siswa, di antaranya
12 potongan keramik dari kertas. Paket yang dipersiapkan oleh Nishi dan Tsukuda
untuk para pengamat mencakup kopi rancangan pembelajaran dan lembar kerja siswa
yang rancangannya telah disetujui bersama.
Mereka juga memasukkan
diagram tempat duduk siswa sehingga para pengamat dapat mengamati strategi
menjawab soal yang dikerjakan oleh masing-masing siswa. Seluruh pengamat diberi
paket ini satu hari sebelum pembelajaran sehingga mereka dapat mempelajarinya. Sehari
sebelumnya, Nishi dan Tsukuda melatih pembelajaran mereka dan memastikan semua
perlengkapan mengajar yang dibutuhkan Nishi telah lengkap.
MEMAHAMI
PENYELESAIAN SOAL
Pembelajaran dimulai sekitar
5 menit setelah bel berbunyi, dimulai dengan majunya dua orang siswa yang
ditugaskan sebagai monitor harian untuk bergabung dengan guru di depan. Kedua
siswa ini mengawasi siswa-siswa lain di kelas dan memanggil siswa yang tidak
memperhatikan atau mengobrol. Setelah seluruh kelas rapi, kedua siswa tersebut
mengumumkan bersama-sama ‘Pelajaran Matematika akan Dimulai’, yang diikuti
dengan ‘Beri hormat’. Kemudian, guru, siswa, dan pengamat memberi hormat
(membungkuk). Karena merupakan praktik yang umum di Jepang, hal ini tidak
dimasukkan ke dalam rancangan pembelajaran.
Nishi memulai pelajaran
dengan mengingatkan kelas mengenai kegiatan mengumpulkan daun yang mereka lakukan
beberapa hari sebelumnya dan mengajukan pertanyaan mengenai jenis daun yang
dikumpulkan dan jumlahnya dan dijawab dengan antusias oleh para siswa. Kemudian,
ia mengungkapkan soal cerita yang mengandung ekspresi pengurangan dengan contoh
yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, yaitu daun yang telah dikumpulkan
oleh para siswa tersebut.
0 komentar:
Post a Comment